JAKARTA – Sudah banyak riset yang menyatakan riset rokok menjadi salah satu penyebab utama kanker terutama kanker paru. Bukan itu saja. rokok elektrik (vape) yang diklaim lebih aman juga memiliki risiko terjadinya kanker paru yang sama.

Dokter spesialis penyakit dalam dan konsultan hematologi onkologi medik, Dr. Andhika Rachman, SpPD-KHOM, menjelaskan, berdasarkan studi dari National Institute of Health, USA pada 2019, menemukan ada hubungan yang jelas antara rokok elektrik dan kanker paru. Studi ini berdasarkan penelitian terhadap tikus yang diberi uap nikotin dari vape.

“Dari 40 tikus yang terekspos selama 54 minggu, 22,5 persen terkena kanker paru dan 57,5 persen mulai tampak pre-cancerous lesion dari kandung kemih, sementara 18 tikus yang juga diberi uap vape tapi tidak mengandung nikotin, tidak terkena kanker setelah 4 tahun diamati,” ujar dia webinar bertajuk Mengenal Imunoterapi Sebagai Harapan baru Bagi Pasien Kanker Paru, Selasa (30/8).

Oleh karena ia menyarankan agar masyarakat berhenti untuk merokok elektrik meski diklaim lebih aman dari rokok konvensional. Apalagi menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, angka kejadian kanker (prevalensi) di Indonesia meningkat mencapai sekitar 30 persen dari 2013 hingga 2018. Sebesar 58 persen peningkatan prevalensi terjadi di kota-kota besar.

Untuk kasus kanker paru sebesar 85 persen sampai 95 persen berasal dari jenis “kanker paru-paru bukan sel kecil” atau disebut juga dengan kanker sel gandum. Keduanya terdiri atas 10 persen hingga 15 persen dari seluruh jenis kanker paru dengan sifat cenderung menyebar dengan cepat.

Mengacu pada data Global Cancer Observatory (Globocan) 2018, satu hal yang sangat memprihatinkan adalah angka kematian akibat kanker paru kurang dari satu tahun di Indonesia terus meningkat. Sementara angka kematian akibat kanker paru untuk wilayah Asia secara keseluruhan justru mengalami penurunan sebanyak 3 persen.

Khusus untuk kondisi kanker paru di tanah air, Data Globocan 2020 menunjukkan bahwa kanker paru merupakan penyebab kematian kanker tertinggi di Indonesia. Sebanyak 84 orang meninggal dan 95 kasus baru terdiagnosa setiap hari nya.

“Sebagai pengetahuan dasar, masyarakat perlu memperhatikan gejala awal kanker paru untuk mendapatkan diagnosis yang cepat sebagai dasar pemberian pengobatan yang tepat. Jika kanker paru ditemui pada stadium awal, harapan hidup pasien lima tahunan akan lebih tinggi,” lanjut Dr. Andhika.

Gejala awal kanker paru dapat berupa batuk terus-menerus, nyeri dada yang memburuk bersama pernapasan dalam, batuk, atau tertawa, suara serak atau sesak napas, penurunan berat badan dan kehilangan nafsu makan. Selain itu terjadi batuk darah atau dahak yang berwarna karat, mudah lelah, infeksi persisten, seperti bronkitis dan pneumonia.

Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia, Prof. DR. dr. Aru Wisaksono Sudoyo, Sp.PD-KHOM, FINASIM, FACP mengatakan, kanker paru adalah jenis kanker yang kejadiannya paling tinggi pada laki-laki di Indonesia. Sebesar 95 persen kanker paru akibat lingkungan serta gaya hidup, dan kebiasaan merokok. “Indonesia menempati posisi nomor satu dalam jumlah perokok laki dewasa di dunia, serta polusi sekitar yang tinggi,” ujar dia.

Lebih lanjut Prof. Aru menyampaikan, gejala pada kanker paru seringkali tidak tampak pada stadium awal, ini berakibat dimanadata saat ini menunjukkan bahwa 60 persen pasien kanker paru datang dalam stadium lanjut. Hal ini karena seringkali kanker paru memiliki gejala yang serupa dengan penyakit umum lainnya seperti TBC.

“Dengan demikian penting bagi masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan tentang faktor risiko, gejala, dan perawatan yang tersedia termasuk perawatan inovatif terkini sebagai harapan baru bagi pengobatan kanker paru,” ungkapnya.

Harapan dari Imunoterapi

Dalam pengobatan kanker paru, menurut Dr. Andhika menjelaskan dengan perkembangan sains pengobatan kanker paru di dunia medis, kemoterapi bukan lagi terapi yang tepat untuk semua pasien kanker paru. Saat ini, untuk beberapa mutasi kanker paru, seperti mutasi EGFR atau ALK, telah tersedia berbagai pengobatan inovatif yang termasuk golongan terapi target.

Namun, perlu diketahui terapi target hanya dapat digunakan jika ditemukan mutasi tertentu. Sedangkan, sebagian besar dari kasus kanker paru tidak memiliki mutasi EGFR dan hanya dapat diobati dengan kemoterapi standar sebagai modalitas pengobatan.

“Pada tahun 2013, dunia medis telah menemukan terobosan terbaru dalam pengobatan kanker paru, yaitu Imunoterapi untuk kanker dan diberikan judul “Breakthrough of the Year” oleh majalah Science, sebuah majalah ilmiah terbesar di dunia.

“Salah satu terapi sistemik imunoterapi yang tersedia di Indonesia adalah imunoterapi dengan nama PD-1 inhibitor. Terapi ini memberi harapan baru bagi pasien kanker paru yang tidak memiliki mutasi EGFR dimana Programmed Death-1 atau PD-1 merupakan salah satu protein yang bertindak sebagai ‘pos keamanan’ untuk menjaga respons kekebalan tubuh agar tetap terkendali,” paparnya.

PD-1 ini bekerja seperti pos keamanan yang dapat mengarahkan pasukan sistem imun (sel-T) untuk tidak membunuh sel kanker karena sel kanker telah menyamar sebagai sel sehat. Namun, dengan membubarkan pos keamanan PD-1, sel kanker tidak akan bisa menyamar dan sistem imun akan menerima arahan untuk menghancurkan sel kanker.

Dengan cara kerja diatas, Imunoterapi PD-1 inhibitor mengurangi resiko kematian hingga 38 persen dibandingkan dengan kemoterapi saja. Imunoterapi PD-1 Inhibitor memberi harapan hidup jauh lebih lama bagi penyintas kanker paru, terutama jika memiliki ekspresi PD-L1 lebih dari 50 persen.

Menurut Prof. Aru Sudoyo, imunoterapi telah tersedia di rumah sakit yang melayani pengobatan kanker. Namun, tidak semua jenis kanker paru dapat diterapi dengan imunoterapi. Pasien perlu berkonsultasi dengan dokter untuk pengobatan terbaik sesuai kondisi masing-masing pasien.

Presiden Direktur MSD di Indonesia, George Stylianou mengatakan, perusahaan ini bermitra bersama YKI, dan pemangku kepentingan lainnya, dalam menjawab tantangan kanker paru di Indonesia. Melalui i kampanye #HarapanBaru bekerja dengan urgensi untuk mengutamakan pasien dan memastikan obat kanker inovatif tersebut yang dapat diakses oleh pasien yang membutuhkan.

“Kita masing-masing didorong oleh visi bersama untuk memberi semua pasien kanker lebih banyak lebih banyak cara untuk mengobati kanker mereka, lebih banyak kualitas dalam hidup mereka, lebih banyak waktu,” ujar dia. (mak)

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *